Kamis, 06 September 2012

Gerakan Nasional Sadar Wisata dan Sapta Pesona Hanya Seremonial


Sapta Pesona
Hanya Seremonial

DONGGALA-Pelaksanaan Gerakan Nasional Sadar Wisata (GNSW) dan Sapta Pesona yang berlangsung di Tanjung Karang, Labuan Bajo, Kecamatan Banawa, Donggala (6/9) hanya seremonial. Itu pun cuma berlangsung tiga jam saja di arena wisata, tidak sesuai dengan yang dipropagandakan pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulteng dan Event Organizer yang menjadi pelaksana. Dalam beberapa kali rapat koordinasi antara pihak provinsi, event organizer dan kabupaten, disebutkan akan dihadiri utusan 33 provinsi dengan menampilkan hasil kreatif dan seni kerajinan, namun kenyataannya, hanya 10 wakil provinsi. Itu pun ada hanya satu utusan dari sebuah  provinsi.

“Event ini mana yang dikatakan tingkat nasional? Hanya terlihat seremonial saja. Tidak ada penampilan atau hasil kepariwisataan dari provinsi lain. Padahal sebelumnya disebut-sebut akan ramai dan seluruh cottage di Tanjung Karang akan diisi tamu, kenyataannya tidak sesuai,” Hapri Ika Poigi dari Yayasan Tadulakota yang bergerak di bidang kesenian-kebudayaan.

Secara tegas Hapri menilai kegiatan tersebut tidak memberi dampak sosial ekonomi masyarakat, karena terkesan hanya seremonial saja dan tak melibatkan masyarakat. Itu dilihat dari undangan yang hadir hanya dari kalangan SKPD baik provinsi maupun dari Donggala. Justru warga setempat dan masyarakat kota Donggala umumnya tidak diundang hadir, padahal tujuan kegiatan tersebut harusnya sekaligus menjadi sosialisasi dalam pengembangan pariwisata.
Lebih memprihatinkakan dan mengecewakan, adalah tiba-tiba ditiadakannya sarasehan bersama Dirjen Pariwisata dan Gubernur untuk member pencerahan soal pemberdayaan kepariwisataan. Tetapi begitu selesainya sambutan-sambutan, acara pun bubar begitu saja tanpa ada penutupan. Padahal beberapa undangan berharap ada sareasehan untuk membicarakan berbagai masalah dan masukan pada pemerintah pusat.

Minggu, 02 September 2012

GONENGGATI Kumpulan Cerita Rakyat dari DONGGALA


DAFTAR ISI

·        Ringkasan Cerita

1.    Gonenggati
2.    Legenda Yamamore di Pusentasi
3.    Legenda Terjadinya Danau Dampelas
4.    Sang Putri dan Bengga Bula
5.    Gadis Dalam Pohon
6.    Asal Mula Kaledo

Donggala Dalam Lintasan Sejarah Dunia

Sumber Penulisan
Riwayat Hidup Penulis



RINGKASAN CERITA



GONENGGATI:
Seorang raja perempuan Kaili yang kharismatik dan berpikiran demokratis mempersatukan negeri-negeri Kaili dalam keadatan Pitunggota. Ia berkuasa di Kanggihui (Kanggirui) yang pusatnya di atas pegunungan (kini masuk wilayah Kabonga, Kecamatan Banawa).

LEGENDA YAMAMORE DI PUSENTASI:
Yamamore putri seorang Raja Towale melarikan diri dari istana demi menghindari perkawinan paksa. Dalam pelariannya, ia bersembunyi dengan cara mencemplungkan diri ke dalam telaga air asin. Maka sejak itulah Yamamore menghilang dan tempatnya dinamai pusat laut atau Pusentasi.

LEGENDA TERJADINYA DANAU DAMPELAS:
Berawal dari keinginan Sang Pelaut menaklukkan Negeri Dampelas, akhirnya terjadi perlawanan dari Mahadiyah. Peperangan pun terjadi hingga telaga yang dijadikan area pertarungan kemudian menjadi Danau Dampelas di Desa Talaga.

SANG PUTRI DAN BENGGA BULA:
Putri cantik dari Tanah Kaili diasingkan karena terserang penyakit cacar di tubuhnya. Dalam pengasingan itulah ia dikejar dan dijilat seekor Bengga Bula (kerbau putih), sehingga kulitnya sembuh. Sejak itu pula pihak raja dan keturunannya pantang makan daging kerbau putih.

GADIS DALAM POHON:
Perburuan yang dilakukan Sadomo, pemuda dari tanah Kaili sampai ke dataran Kulavi membuatnya tersesat di tengah hutan. Meskipun tidak mendapatkan binatang buruan, tapi seorang gadis cantik keluar dari dalam pohon yang kemudian dijadikan istri dan menjadi asal-usul suku Kulavi di Kabupaten Sigi.

ASAL MULA KALEDO:
Pada saat pembagian daging sapi, orang Kaili dating terlambat sehingga hanya mendapatkan tulang. Tana rasa kecewa, mereka kemudian memasak dengan eksperimen dengan hasil tak kalah enaknya. Sejak itulah Kaledo (kaki lembu donggala) jadi masakan favorit.









UMAR PAPEO, Laskar PIM Donggala yang Berpetualang ke Filipina

Kisah Umar Papeo
Meskipun penulis tidak memiliki kisah lengkap semua tokoh Laskar PIM itu, pastinya mereka memiliki riwayat cukup beragam dalam petualangan hidupnya. Seperti Umar Papeo asal Gorontalo setelah kemerdekaan, sebagai saudagar ia kemudian meninggalkan Donggala menuju Filipina dan di sana pula ia kawin dengan gadis Filipina. 
Informasi ini penulis dapatkan dari Aminah Mohd Nasir, salah satu cucu Umar Papeo yang kini menetap di Malaysia bersama ayahnya. “Kakek bertemu jodoh dengan orang Filipina dan dikurniakan 4 cahaya mata (semuanya masih hidup). Kakek telah kembali ke Rahmatullah sekitar bulan Maret 1963 dan dimakamkan di Pulau Sibutu, Tawi-Tawi FILIPINA,” tulis Aminah dalam jejaring sosial yang ditujukan kepada penuli


 Foto Umar Papeo yang pernah berjuang di Donggala, 1945 (Doc. Mohd. Nasir Papeo)

Menurut kisah Aminah itu, pada tahun 1966 istri mendiang Umar Papeo kemudian hijrah ke Tawau, Kalimantan bersama anak-anaknya untuk meneruskan kehidupan, sehingga mendapat kewarganegaraan Malaysia. Kini keempat putra-putri Umar Papeo menetap di Malaysia.

Selain itu informasi terakhir saya dapatkan Minggu lalu dari seorang yang cukup tua di Donggala menyatakan, ia masih sempat melihat Umar Papeo setelah kemerdekaan RI. Waktu itu Umar dikenal pula sebagai pemain sandiwara (orang panggung) dan dia hebat memainkan alat biola (viol). Jadi Umar Papeo itu selain anggota pergerakan, juga seniman di Donggala.

Umar Papeo telah lama tiada dan demikian pula sejumlah rekan seperjuangan, tapi semangatnya harus tetap dikenang. Jangan lupakan hanya karena tak pernah diajarkan di sekolah.*