Kamis, 27 Desember 2012

Tak Lolos K1 Satpol PP Rusak BKD



DONGGALA-Sejumlah anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Donggala mengamuk dengan mengobrak-abrik Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Donggala, Rabu (26/12). Mereka mengamuk dengan memecahkan kaca-kaca jendela hingga meja dan kursi pegawai berantakan dalam ruangan. Selain itu berbagai berkas dalam kantor juga tak luput dari sasaran amukan, sehingga berserakan di lantai hingga tercecer ke teras dan halaman kantor. Sejumlah ATK juga berantakan ke lantai.
Corat-coret Kantor BVKD Donggala

Aksi Satpol PP tersebut sebagai rangkaian unjukrasa dan protes terhadap Pemkab Donggala  terkait dengan tidak lolosnya ratusan tenaga honorer di lingkungan Pemkab Donggala dalam Kategori K1. Terutama tidak lolosnya ratusan honorer dari Satpol PP walau telah mengabdi bertahun-tahun lama yang padahal sebelumnya telah diumumkan ada puluhan Satpol PP lolos kategori K 1 saat pengumuman beberapa bulan lalu. Namun pada saat pengumuman terakhir berdasarkan verifikasi yang dilakukan Badan  Kepegawaian Negara (BKN) dan verifikasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ternyata hanya 152 honorer K1 yang dinyatakan lolos dari 618 orang yang pernah diumumkan masuk K1. Ironisnya lagi ada beberapa honorer yang baru tiga tahun mengabdi sudah dinyatakan lolos K1 dan sebaliknya ada yang 10 tahun jadi honorer tapi namanya tersingkir dalam daftar pengumuman K1. Akibatnya, sejumlah honorer menyatakan kekecewaan hingga melampiaskan kemarahannya ke kantor BKD.

Aksi unjukrasa honorer di Kantor BKD Donggala kemarin mendapat perhatian para pegawai dari kantor lainnya, termasuk sejumlah warga yang kebetulan melintas ikut singgah menyaksikan unjukrasa. Apalagi pada dinding bagian depan dan samping BKD berbagai tulisan dengan nada kecewa begitu menonjol, sehingga mendapat menjadi tontonan. Sementara itu sejumlah anggota Polres Donggala yang datang ke TKP tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya menyaksikan aksi pengrusakan. Namun tak lama kemudian anggota Polres Donggala pun memasang garis polisi untuk mengamakan Kantor BKD yang sudah rusak.
Berkas berhamburan dalam kantor BKD Donggala

Menyelesaikan kekisruhan tersebut, DPRD Donggala kemudian memdiasi pertemuan antara tenaga honorer dengan Sekertaris Kabupaten (Sekkab) Donggala dan Kepala BKD Donggala Mohammad Irwan Lapata agar memberi klarifikasi. Dalam pertemuan yang dimpimpin Ketua DPRD Ahmad Mardjanu itu, Irwan Lapata menyatakan kekecewaan dan penyesalan terhadap tindakan anarkis yang dilakukan tenaga honorer. “Kalau Kantor BKD itu dilempar dan dirusak sehingga kami tidak bisa bekerja, itu keterlaluan. Apa salahnya itu kantor? Kami sudah bekerja siang dan malam memproses berkas untuk pengusulan ke BKN dan terus terang itu memerlukan tenaga dan waktu yang tidak sedikit,” kata Irwan Lapata dengan nada kecewa.

Menurutnya, soal hanya 152 nama yang keluar  dalam pengumuman dari 618 sebelumnya, itu bukan dari kesalahan BKD. Karena pihaknya hanya mengusulkan dan yang memproses ke BAKN yang kemudian diverifikasi oleh BPKP dalam urusan keuangan kepegawaian. Sebab BKD sendiri mempertanyakan soal apa alasan dari pusat hanya itu  yang lolos sebagai K1, sehingga pada tanggal 3 Januari mendatang akan dipertanyakan kembali ke pusat. Kata Irwan, seharusnya calon aparat dan pengabdi negara dapat menahan diri sebagai orang yang akan menjadi pelayan masyarakat, tidak seharusnya emosional dan merusak.
 Dokumen berceceran hingga ke teras Kantor BKD Donggala

“Sedikit pun tidak ada niat  kami dari pemerintah daerah untuk tidak meloloskan, karena hal ini sudah diperjuangkan di pusat dan kami memprotes soal adanya yang tidak lolos. Bahkan kami mempertanyakan soal adanya dua keputusan dalam satu lembaga dalam hal ini BPKP, namun  tidak ada penjelasan. Jadi mohon sabarlah agar bisa selesai masalah ini. Karena kami juga sebetulnya sangat memprotes dan telah menyatakan pada pusat tentang dampak banyaknya yang tidak lolos itu,” jelas Kasmuddin.(JAMRIN AB)

Kamis, 20 Desember 2012

Pemangkasan Mahoni dan SAKSI SEJARAH RUMAH TUJUH DONGGALA



DONGGALA-Sorotan terhadap pemangkasan pohon mahoni yang dilakukan The Yau Cun alias Cuncun warga di Jalan Lamarauna No. 37, Kelurahan Tanjung Batu, Donggala terus berlanjut. Setelah aktivis lingkungan dari Yayasan Bone Bula menyatakan kekecewaan dan protes terhandap perusakan pohon bersejarah itu, giliran tokoh masyarakat Abdul Djalil Makanennang (78 tahun) juga menyatakan protes.

“Tindakan pemangkasan besar-besaran sampai pohon mahoni itu gundul sangat disayangkan, karena sejak dulu sudah dipelihara jangan sampai pohon itu mati. Sebab keberadaannya bukan saja untuk keindahan dan pelindung, tapi ini merupakan bagian dari bukti sejarah perjalanan Kota Donggala yang sangat penting,” kata Abdul Djalil dengan nada kecewa, Kamis (20/12).

Menurut tokoh buruh Donggala yang akrab disapa Mandor Djalil ini, keberadaan deretan mahoni di sepanjang Jalan Lamarauna itu tidak bisa dipisahkan dengan sejarah kota. Deretan mahoni sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda di sebelah jalan itu pula pernah menjadi kawasan perumahan para pegawai pemerintah Belanda yang dikenal dengan nama “rumah tujuh.” Sampai sekarang bagi orang-orang tua, masih mengingat dan sering menyebut kawasan itu sebagai bekas rumah tujuh.

“Disebut rumah tujuh karena waktu itu jumlahnya memang tujuh unit dengan arsitektur khas Eropah yang bentuknya semua sama persis dalam satu deretan. Terlihat sangat indah dan unik, namun dalam perkembangannya sejak beberapa tahun setelah kemerdekaan tidak ada lagi, karena telah dibeli penduduk setempat yang kemudian masing-masing pemiliknya membangun sesuai keinginan sebagaimana terlihat sekarang,” cerita Abdul Djalil bernostalgia.

Selain itu, sejak kemarin Pemkab Donggala melalui Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) telah melaporkan kasus tersebut ke pihak Polres Donggala. Dalam laporannya, Kepala BLHD Donggala Nomor 660.312/BLHD/XII/2012 menyebutkan The Yau Cun telah melakukan pengrusakan lingkungan hidup dengan pelanggaran sejumlah undang-undang dan peraturan daerah. “Perbuatan pemangkasan pohon penghijauan adalah pewrbuatan yang tidak sejalan dengan kebijakan pembangunan Kota Donggala khususnya dan pembangunan lingkungan hidup umumnya dan bahkan diduga bertentangan dengan undang-undang, karena merusak fasilitas dan kepentingan umum,” kata Ibrahim Drakel dalam laporannya.

Selain itu Bupati Donggala melalui Satpol PP telah melayanbgkan suarat pemanggilan pada pelaku atau yang menyuruh pemangkasan mahoni untuk dimintai keterangan. “Ya benar dalam waktu dekat ini kami akan melakukan pemeriksaan terhadap orang yang melakukan pemangkasan pohon itu.  Penyidik atau PPNS sementara kita tunggu dari Palu dan akan dilakukan pemeriksaan,” kata Kasat Satpol Donggala, Haidar, Kamis kemarin. (JAMRIN AB)



Senin, 17 Desember 2012

Bone Bula Kecam Pemangkasan Mahoni Donggala



DONGGALA-Kasus pemangkasan pohon mahoni raksasa yang dilakukan seorang warga di Jalan Lamarauna, Kelurahan Tanjung Batu, Kecamatan Banawa mulai  mendapat kecaman keras dari berbagai pihak. Bukan saja dari warga sendiri dan pihak pemerintah Kabupaten Donggala, tapi juga kecaman dari Yayasan Bone Bula yang bergerak dalam advokasi lingkungan hidup menyatakan keberatan dan menyayangkan tindakan warga tersebut.

Apalagi pohon yang dipangkas habis itu kemungkinan mati karena bagian akarnya pun dicincang-cincang, menunjukkan warga di sekitar pohon itu tidak memiliki niat baik. Lebih ironis lagi menurut Iwan Sulaiman yang mebidangi advokasi  lembaga swadaya masyarakat Yayasan Bone Bula, ternyata pemangkasan itu dilakukan warga hanya untuk kepentingan pribadi. Yaitu di sekitarnya hanya untuk dijadikan tempat menjemur biji kakao (coklat) semata, karena selama ini dianggap menutup sinar matahari.

“Tindakan warga tersebut sangat keterlaluan, dua pohon mahoni yang sudah tumbuh selama 90 tahun sejak zaman Hindia Belanda, tapi seenaknya dipangkas habis tinggal batang. Karena itu kami atas nama Bone Bula meminta pemerintah menindak tegas oknum warga tersebut dengan diberi sanksi hokum,” kata Iwan Sulaiman.
Menurut Iwan tindakan warga yang memangkas mahoni kebanggaan Kota Donggala itu kalau tidak ditindak secara hokum, maka akan menjadi contoh tidak baik bagi warga lainnya. Lagi pula pohon yang tumbuh di pinggir jalan itu tidak masuk area halaman warga dan selama ini menjadi pelindung dari terik matahari para siswa SLMP Negeri 2 Donggala saat menunggu angkutan setiap hari. 

Sementara itu Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Ibrahim Drakel menyatakan tindakan poemangkasan mahoni telah dilaporkan pada Bupati Donggala dan Kapolres Donggala. Tinggal membuat laporan resmi secara tertulis ke polisi untuk ditindaklanjuti secara hukum. “Kejadian ini lebih awal telah saya sampaikan pada Bupati Donggala tentang adanya pemangkasan pohon mahoni, agar bupati mengetahui persoalan tersebut,” kata Ibrahim Drakel. (JAMRIN AB)

Pohon Hindia Belanda Dipangkas, BLHD Kecewa



DONGGALA-Sebagian warga kota Donggala ternyata belum memiliki kesadaran memelihara pohon penghijauan yang selama ini menjadi pendukung perolehan adipura. Buktinya, dua di antara puluhan pohon berusia puluhan tahun yang selama ini membuat Donggala eksotis, telah dipangkas oleh seorang warga di bilangan Jalan Lamarauna, Kelurahan Tanjung Batu, Kecamatan Banawa.

Akibat pemangkasan tersebut, maka deretan pohon jenis mahoni peninggalan pemerintahan Hindia Belanda yang begitu indah menghiasi jalan Lamarauna atau menuju gerbang SMP Negeri 2 Donggala, kini terlihat gundul. Bayangkan saja pohon yang sebelumnya rimbun, kini tinggal ranting-rantingnya terlihat kontras di antara deretan mahoni. “Ini kan tidak lama akan hidup lagi dan tidak akan mati, dan ini sudah pernah saya lakukan, sehingga tak apa kalau dipangkas,” kata warga yang memerintahkan pemangkasan.

Warga tersebut, secara kebetulan rumahnya berada di dekat pohon mahoni. Cuma saja yang disayangkan warga lainnya, kalau itu dijadikan alas an, ada sejumlah rumah di Jalan Lamarauna Donggala di depannya tumbuh mahoni tapi tidak dianggap penghalang. Apalagi keberadaan pohon-pohon mahoni tersebut bukan sekedar pohon pelindung dan penghias kota tua Donggala, tapi sekaligus menjadi bagian perjalanan sejarah penataan kota zaman pemerintahan Hindia Belanda.

Sementara itu Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Donggala, Ibrahim Drakel yang dimintai tanggapannya menyatakan kecewa terhadap tindakan warga tersebut. Apalagi pemangkasan tersebut tidak melalui pemberitahuan atau izin pada pemerintah setempat. “Pemangkasan itu sama sekali tidak melalui izin dari kami, dan itu merupakan tindakan yang sangat merugikan karena sudah dipeliharan puluhan tahun, tapi kemudian seenaknya dipangkas dalam waktu sekejab, sehingga lama menunggu untuk hidup lagi,” kata Ibrahim Drakel dengan kecewa, Senin (17/12).

Pada saat pemangkasan yang dilakukan akhir pekan lalu, sebetulnya telah diperingati seorang staf Kelurahan Tanjung Batu atas perintah Camat Banawa, Muhammad. Namun teguran tersebut tidak digubris warga yang memangkas, melainkan terus membabat hingga betul-betul pohon mahoni gundul. Padahal pohon tua tersebut, selama ini menjadi pendukung sehingga Donggala bisa meraih adipura empat kali berturut-turut karena syarat kehijauan memenuhi syarat. Tetapi, sayang kini tidak lagi eksotis menyusul adanya penilaian yang mulai berlangsung untuk penilaian Adipura tahun 2013 mendatang.

Saking memprihatinkannya tindakan warga tersebut, membuat Satpol PP Donggala turun tangan dengan memprotes dan memarahi warga yang menebang apalagi sampah dari kayu hanya ditelantarkan begitu saja setelah ditebang. (JAMRIN AB)

Sabtu, 15 Desember 2012

DPRD Dukung Pergantian Nama Damsol

DONGGALA-Ketua Komisi I DPRD Donggala, Simasse menyatakan dukungan terhadap wacana perubahan kembali nama Kecamatan Damsol menjadi Dampelas. Sebab tidak lagi relevan sejak adanya pemekaran Damsol menjadi Kecamatan Sosol, mengingat akronim Damsol berarti Dampelas Sojol dengan ibukota kecamatan di Sabang. Sehingga penyebutan Damsol saat ini tidak sesuai karena wilayah yang pernah menjadi bagian tersebut sejak tahun 1996 telah berdiri sendiri dengan ibukota kecamatan di Balukang.
“Pastinya kami setuju untuk revisi Perda soal nama Damsol menjadi Dampelas, karena nama Sojol telah berdiri sendiri. Hal ini sebetulnya sudah pernah dibicarakan beberapa waktu, namun hingga saat ini kami masih menunggu usulan itu dari pemerintah,” kata Simasse, Rabu (28/11).
 
Menurut Simasse soal nama tersebut memang perlu diperjelas agar tidak terjadi kekeliruan dalam urusan administrasi, sekaligus hanya memakai satu nama secara keseluruah instansi. Dukungan serupa disampaikan Wakil Ketua Komisi I, M. Anwar Sado yang menurutnya jangan sampai terjadi pemakaian dua nama dalam satu kecamatan, seperti penyebutan Damsol dan ada pula sebutan Dampelas.  Sehingga harus diseragamkan demi tertib administrasi dan tidak membingunkan masyarakat.
 
Sebelumnya, Camat Damsol  M. Arif Panungkul (44) sesaat setelah dilantik tahun 2010 lalu telah mengatakan kedepan  agar sebutan Kecamatan Damsol dan Dampelas tidak saling tumpang-tindih. “Sebab saat ini belum ada keseragaman penggunaan nama. Kalau dijajaran Cabang Dinas Pendidikan dipakai nama Kecamatan Dampelas, tetapi sebaliknya kalau kantor pemerintahan lainnya memakai sebutan Kecamatan Damsol. Soal ini harusnya satu saja agar seragam penggunaannya dan tidak membingungkan bagi orang lain yang tidak memahami,” ungkap M. Arif Panungkul.
 
Menurut mantan Sekertaris Kecamatan  Balaesang Tanjung ini, tujuan keseragaman ini agar ada penetapan satu nama saja, sehingga dalam soal promosi wisata budaya misalnya ada  kejelasan yang tidak membingungkan. “Meskipun hal ini bagi orang lain mungkin hanya sepele, tapi bagi saya untuk ke depan bisa saja ada masalah secara administrasi kalau tidak dari sekarang ditetapkan satu saja,” kata Arif Panungkul yang kelahiran Sabang itu.
 
Adanya dua versi nama untuk sebutan Kecamatan Dampelas dan Damsol, singkatan dari Dampelas Sojol bermula sejak tahun 1997. Yaitu saat dilakukan pemekaran Kecamatan Sojol yang dipisahkan dari induknya Kecamatan Dampelas Sojol (Damsol). Menurut Arif harusnya pada saat pemekaran disertai pula penetapan nama  Dampelas saja bagi kecamatan induk, mengingat sebutan Sojol yang sebelumnya melekat di kecamatan induk telah berdiri sendiri. Sebab  sangat rancu  kalau sampai saat ini masih terdapat dua versi ada yang memakai sebutan Damsol dan Dampelas.(JAMRIN AB)