Oleh: Jamrin Abubakar
Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Donggala dalam debat penajaman visi misi
DONGGALA-Tidak semua calon Bupati-Wakil Bupati
Donggala menyatakan kesiapan tinggal di Donggala bila terpilih sebagai bupati
pada Pemilukada periode 2013-2018. Itu terbukti dalam debat kandidat penajaman
visi misi yang berlangsung di DPRD Donggala, Sabtu (31 Agustus 2013) lalu, hanya sebagian kandidat
yang secara tegas akan tinggal di Donggala. Padahal isu tersebut telah lama mengemuka
dalam masyarakat Donggala agar bupati dan pegawai tinggal di Donggala guna
menghidupkan perekonomian, bukan tinggal di Kota Palu.
Di
antara pasangan calon bupati-wakil bupati yang menyatakan kesiapan tinggal di
Donggala sebagai ibukota kabupaten yaitu Irham T. Maskura-Alfred Kabo (Nomor
Urut 1), Kasman Lasa-Vera E. Laruni (Nomor Urut 4) dan Akris Fattah
Yunus-Maulidin Labalo (Nomor Urut 6). Sedang lainnya tidak begitu tegas
menyatakan kesiapan tinggal di Donggala, seperti pasangan Burhanuddin
Lamadjido-Ta’rifin Masuara (Nomor urut 2) tidak begitu menjadikan isu menetap
di Donggala dalam perdebatan. Begitu pula Kasmuddin Haludin-Abubakar Aljufri (Nomor
urut 7) menyatakan soal pindah itu harus lebih dahulu disiapkan
inprastrukturnya dan pemindahan pegawai akan dilakukan secara bertahap, jangan
langsung disuruh pindah sementara rumah belum ada. Jadi harus didorong dulu
pembangunan sebagai kebijakan manusiawi.
Tetapi
ketidakhadiran calon bupati Anita Bugiswati Nurdin (Nomor urut 8) dalam debat
kandidat, maka masyarakat semakin sulit mendapatkan penyataan tentang akan siap
menetap atau tidak di Donggala bila terpilih jadi bupati. “Ketidakhadiran calon
bupati karena sesuatu dan lain hal,” kata Abdul Chair Mahmud sebagai pasangan
Anita B. Nurdin. Cuma saja tidak menjelaskan secara rinci ketidakhadiran calon
bupati, namun demikian sejumlah pertanyaan dijawab Abdul Chair secara spontan sekaligus
mengungkapkan tentang visinya. Selain itu yang tidak hadir adalah Vera Laruni
wakil bupati pendamping Kasman Lasa dengan alasan sakit. Namun demikian secara
tegas Kasman menyatakan kalau terpilih akan tinggal di Donggala sebagai bentuk
komitmennya agar lebih dekat dengan rakyat. Termasuk seluruh pegawai negeri
sipil yang bekerja di Donggala tidak boleh lagi tinggal di Kota Palu, tapi
harus berada di Donggala siapapun dia tanpa terkecuali.
Begitu
pula pasangan Akris Fattah Yunus-Maulidin Labalo menyatakan siap tinggal di
Donggala. “Insya Allah, kalau saja pada hari ini dilantik sebagai bupati
terpilih, maka langsung tinggal di Donggala, begitu pula dengan kepala SKPD
akan tinggal di Donggala dan akan memudahkan koordinasi dan evaluasi,” kata
Akris. Pasangan Burhanuddin Yado-Idham Pagaluma (Nomor urut 3) yang gencar dilontarkan selain pendidikan
gratis, adalah soal kecaman penggunaan dana untuk mengakut pegawai dari Palu ke
Donggala yang selama ini berlangsung. Menurutnya, dana itu sebaiknya digunakan
untuk dana pendidikan gratis, termasuki kuliah gratis dan akan melakukan
program dakwah dan sadakah untuk kesejahteraan rakyat. Pengalihan dana angkutan
itu, maka pengawai tidak boleh lagi tinggal di Palu, tapi harus di Donggala.
Sementara pasangan Asgar Ali Djuhaepa-Mohammad Fajar (Nomor Urut 5) dalam debat
tersebut selain mendukung pemekaran juga secara tegas memperjuangkan kejayaan
kembali pelabuhan Donggala seperti masa lalu.
Sedangkap
pasangan Irham T. Maskuran-Alfred Kabo yang cukup ditonjolkan adalah masalah
pemekaran Kabupaten Donggala yang mendesak. “Pemekaran adalah harga mati harus
dilakukan, tapi kabupaten induk harus kuat dan mandiri lebih dulu dengan
menyiapkan PAD yang lebih tinggi,” tegas Alfred Kabo. Perlunya pemakaran itu
untuk mempercepat dan mendekatkan pelayanan publik yang lebih baik.
Dalam
debat kandidat tersebut dipandu Tasrif Siara (jurnalis) dengan tiga panelis (Moh.
Akbar (akademisi), Abdullah Iskandar (akademisi) dan Adha Nadjamuddin
(jurnalis). Selain mereka mengajukan pertanyaan pada delapan pasangan, juga
masing-masing kandidat saling melontarkan pertanyaan. Sekaligus saling sanggah
terhadap jawaban satu dengan lainnya dengan beragam persoalan yang mengemuka
terutama masalah peningkatan perekonomian, mengenai tingginya pengangguran,
masalah pendidikan, sumber daya manusia, masalah korupsi, industri,
pengembangan pelabuhan dan beragam lainnya.
Debat
kandidat selama tiga jam lebih itu disiarkan langsung RRI Palu, Radio Suara
Donggala dan TVRI Sulteng. Tetapi sayang justru siaran TVRI tidak bisa
disaksikan masyarakat Donggala terutama di ibu kota kabupaten atau di Kecamatan
Banawa wilayah terbanyak pemilih. Penyebabnya, selama ini siaran yang dapat
diakses di Donggala adalah TVRI Pusat, bukan TVRI Sulteng. Justru yang menyaksikan
debat kandidat lewat siaran TVRI adalah warga Kota Palu yang nota bene bukan
penduduk yang memilih pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Donggala. (JAMRIN AB)