DONGGALA-Sejak lama motif kain sarung atau tenun
Donggala banyak dipalsukan pihak luar. Bukan hanya dalam bentuk kain tenun,
tapi juga dalam bentuk kain batik dengan mengambil motof kain donggala,
sehingga sangat mengkuatirkan suatu saat kekhasan tersebut diakui sebagai milik
orang lain. Padahal secara turun-temurun motif sarung Donggala merupakan hasil
kreasi orang Kaili yang cukup dikenal ratusan tahun silam sampai sekarang.
Keprihatinan
tersebut diungkapkan Ketua DPD HP3KI Kabupaten Donggala, Mohammad Anwar Sado di
Donggala, Kamis (11/12). Saat ini sejumlah toko seperti di Thamrin City Jakarta
menyediakan kain maupun batik dengan mengambil motof donggala, tapi tidak
mengakui kalau berasal dari Sulawesi Tengah. “Karena itu kami sangat mendukung
dengan adanya upaya Kepala Bidang Industri Dinas Koperasi UMKM Provinsi Sulteng
telah berupaya mendaftarkan sarung donggala untuk mendapatkan hak paten di
Kementerian Hukum dan Perundang-Undangan RI,” kata Anwar Sado.
Kata
Anwar, masalah tersebut harus diseriusi pula Pemerintah Kabupaten Donggala agar
memberi dukungan untuk mempertahankan motif buya sabe atau kain sarung donggala
yang banyak motif. Mendaftarkan untuk memiliki hak paten merupakan salah satu
upaya, selain itu perlu dilakukan inventarisasi atau pendokumentasian tentang
berbagai motif kain yang asli. Sebab kalau tidak selain motif aslinya semakin
kabur, juga akan diakui pihak luar dengan tidak mengakui sebagai karya khas
Sulawesi Tengah.
Berdasarkan
hasil kajian yang pernah dilakukan Suwati Kartiwa, ahli kain tenun Nusantara
tahun 1983 membagi dalam beberapa motif berdasarkan teknik pembuatannya. Di
antaranya buya cura, buya bomba, buya subi, kombinasi subi dan bomba, buya
bomba kota, buya awi, bunga anyelir dan lainnya. Cuma saja saat ini cenderung
mulai kabur dalam pemberian motif yang dilakukan pihak luar ketika
mentransformasikan ke dalam bentuk kain batik. “Apalagi adanya upaya yang tidak
mengakui sebagai kekhasan dari kain tenun donggala. hal ini tidak bisa
dibiarkan, karena hasil kreasi orang-orang tua kita dulu tidak sembarangan
dalam melahirkan motif dan itu harus dipertahankan,” kata Anwar Sado. (JAMRIN
AB)