Kamis, 18 Agustus 2016


To Donggalaé
Menenun Masa Lampau dengan Cita Rasa Masa Depan

2, 3, 4 September 2016 di Kota Tua Donggala


Berawal dari tambatan perahu nelayan dan tempat persinggahan kapal-kapal tradisional untuk mengisi perbekalan air tawar, pelabuhan Donggala kemudian tumbuh dan berkembang menjadi salah satu pelabuhan penting di bagian timur Nusantara. Sejak tahun 1430 Donggala sudah dikenal sebagai pelabuhan yang memperdagangkan hasil bumi seperti kopra, damar, kemiri dan ternak sapi. Kapal-kapal dagang dari berbagai penjuru Nusantara dan belahan dunia lainnya, melabuhkan sauh dan membongkar muatannya di pelabuhan ini. 
Namun, sejak operasional Pelabuhan Donggala dipindahkan ke Pelabuhan Pantoloan pada tahun 1978, kehidupan sosial-ekonomi-kultural Kota Donggala menyurut secara dramatis. Kejayaan Kota Donggala sebagai salah satu kota pelabuhan penting dalam sejarah kemaritiman di Nusantara ini lalu meredup. Kejayaan kota pelabuhan ini di masa lampau kini hanya menyisakan warisan sejarah kota berupa bangunan-bangunan tua dari era kolonial yang juga sedang menghadapi kehancurannya karena tidak terawat dan lapuk oleh usia serta berbagai rencana pembongkaran atau pembangunan fasilitas kota lainnya. Fenomena ini adalah ancaman kehancuran bagi sejarah ruang arsitektur serta nilai historis filosofis bangunan dan kawasan bersejarah tersebut. Ingatan kolektif sejarah yang menjadi cerminan masa depan dari kehidupan masyarakat kota ini turut mengabur. Secara perlahan, kota pelabuhan ini mulai kehilangan identitas kulturalnya.
Sadar dan memahami kondisi tersebut, pada tahun 2015 Dewan Kesenian Donggala dan Donggala Heritage telah menggelar sebuah bertajuk Donggala Heritage sebagai perayaan bagi warisan sejarah kota dan budaya urban di Kota Tua Donggala. Program ini didasari keyakinan bahwa identitas Kota Donggala dengan karakteristik urban yang khas adalah milik paling berharga dari kota pelabuhan ini dan karenanya perlu diselamatkan, dilestarikan dan dikembangkan. Melanjutkan apa yang telah dilaksanakan pada tahun 2015 itu, Dewan Kesenian Donggala dan Donggala Heritage bekerjasama dengan Yayasan Kelola (Jakarta) dan PeerGrouP Locatietheater Noord-Nederland (Belanda) dengan dukungan Kedutaan Besar Belanda dan Fonds Podium Kunsten Performing Arts Fund NL, kembali menggelar perayaan budaya yang bertajuk : To Donggalaé.
Mewujudkan event budaya yang akan digelar pada tanggal 2, 3, 4 September 2016 Pukul 16:30 s/d 23:00 Wita ini, para seniman dan pakar heritage asal Belanda dan Yogyakarta telah bekerja selama sebulan penuh bersama para seniman, pelajar dan masyarakat di Kota Tua Donggala. Berbagai program kegiatan seni budaya yang memberdayakan potensi estetika publik sebagai cerminan dari warisan sejarah kultural Kota Donggala akan digelar dalam event ini. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan dampak positif sosial, ekonomi dan kultural dari event ini bagi masyarakat Kota Donggala. Pilihan lokasi event yang berada di salah satu kawasan di tengah Kota Tua Donggala ini juga ditujukan untuk mendorong apresiasi dan partisipasi kalangan muda, seniman dan masyarakat dalam upaya pelestarian dan konservasi warisan kultural di kawasan Kota Tua Donggala. 
Di banyak kota-kota pelabuhan di Nusantara Pasar Malam adalah bagian dari sejarah budaya yang tumbuh dan berkembang melalui interaksi sosial-ekonomi-kultural di tengah masyarakat. Dalam prakteknya di tengah masyarakat Kota Donggala di masa lalu, Pasar Malam tidak hanya berfungsi sebagai ruang ekonomi semata, namun telah tumbuh dan berkembang menjadi ruang interaksi sosial budaya dimana masyarakat bertemu dan menyatakan diri mereka. Pemikiran tersebut kemudian mendasari pilihan konsep Pasar Malam tersebut menjadi konsep artistik pelaksanaan event budaya To Donggalaé ini. Konsep Pasar Malam ini diterjemahkan dan diaplikasikan dalam bentuk-bentuk karya seni pertunjukan dimana masyarakat menjadi bagian dan pelaku dari interaksi budaya event ini.
Selama tiga hari pelaksanaan event budaya To Donggalaé, beberapa program dan kegiatan akan digelar, antara lain : Site-specific TheaterVideo Screening - hasil lokakarya video dengan Pelajar SMKN 1 BanawaPanggung-panggung Kecil Aspirasi Masyarakat, Pameran Gambar Anak-Anak DonggalaPenjualan Makanan dan Minuman Khas DonggalaKaraoke Corner, Selfie-Booth, Instalasi Video dan Kompetisi Foto Instagram #todonggalae
Melalui event To Donggalaé ini diharapkan dapat mendorong kawasan Kota Tua Donggala menjadi destinasi pariwisata budaya di Kabupaten Donggala dan Provinsi Sulawesi Tengah. Melalui event budaya ini diharapkan menjadi awal bagi hadirnya sebuah Museum Komunitas dan kawasan kreatif di Kota Donggala serta mewujudkan suatu rencana strategis dan program bagi pelaksanaan preservasi dan konservasi bangunan tua dan kawasan sejarah di Kota Tua Donggala.*

Egbert Wits                                                                             Zulkifly Pagessa
(Yayasan Kelola)                                                                    (Donggala Heritage)



Kamis, 03 Maret 2016

PEPERANGAN IKAN SORI DI TANJUNG KARANG (Sebuah Legenda Mritim dari Bumi Donggala)




PEPERANGAN IKAN SORI DI TANJUNG KARANG  
(Sebuah Legenda Mritim dari Bumi Donggala)


 (Dalam Proses)


Oleh:
Jamrin Abubakar




DASAR PEMIKIRAN

KABUPATEN Donggala salah satu wilayah di Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki kekayaan cerita rakyat atau legenda yang menjadi tradisi lisan di tengah masyarakat. Tetapi legenda tersebut masih sangat sedikit yang dipublikasikan atau dibukukan dibanding yang tersebar dalam bentuk tuturan dari mulut ke mulut.
Padahal di satu sisi penutur tradisi lisan cenderung mulai berkurang, terutama pada masyarakat perkotaan, sehingga dikhawatirkan suatu saat banyak cerita rakyat punah dan tak diketahui generasi mendatang. Penulis pernah melakukan eksplorasi ke beberapa komunitas, khususnya di wilayah Kabupaten Donggala untuk penulisan legenda secara langsung dari narasumber dan menginterpretasi beberapa referensi. Terutama tentang asal mula nama Donggala yang selama ini cukup dikenal, tapi soal legenda pemberian namanya belum ada yang menuliskan secara khusus dalam bentuk cerita rakyat atau penulisan kreatif. Karena itu dalam kumpulan cerita rakyat ini, penulis menjadikan judul Perang Tenro & Asal Mula Donggala untuk menunjukkan identitas utama di antara judul lain yang tak kalah pentingnya.
Seluruh cerita rakyat yang diperoleh memiliki hubungan dengan kepercayaan terhadap lingkungan alam masyarakat yang mendiami daerah tertentu. Bahkan ada yang mempercayai sebagai bagian tradisi dari leluhur yang sangat erat kaitan beberapa upacara tradisi dan sejarah sosial budaya masa lampau.
Penulisan ini sebagai upaya melengkapi program pemerintah DONGGALA KOTA WISATA dari aspek WISATA LITERASI. Yaitu dalam perspektif nilai-nilai budaya atau kearifan lokal dalam bentuk CERITA RAKYAT yang berkaitan dengan wisata.


DAFTAR ISI

·        Ringkasan Cerita

1.    Perang Tenro di Tanjung Karang
2.    Legenda Terjadinya Pusentasi
3.    Legenda Terjadinya Danau Dampelas
4.    Legenda Terjadinya Lembah Kaili
5.    Sang Putri dan Bengga Bula
6.    Gonenggati
7.    Cerita Tentang Kucing Keramat
8.    Asal Mula Kaledo
9.    Asal Usul Banawa
10. Asal Mula Donggala

Sumber Penulisan
Riwayat Hidup Penulis



RINGKASAN CERITA
  

PERANG TENRO DI TANJUNG KARANG:
(Lengkapnya akan ditampilkan dalam sebuah buku)

LEGENDA TERJADINYA PUSENTASI:
Yamamore putri seorang Raja Towale melarikan diri dari istana demi menghindari perkawinan paksa. Dalam pelariannya, ia bersembunyi dengan cara mencemplungkan diri ke dalam telaga air asin. Maka sejak itulah Yamamore menghilang dan tempatnya dinamai pusat laut atau Pusentasi.

LEGENDA TERJADINYA DANAU DAMPELAS:
Berawal dari keinginan Sang Pelaut menaklukkan Negeri Dampelas, akhirnya terjadi perlawanan dari Mahadiyah. Peperangan pun terjadi hingga telaga yang dijadikan area pertarungan kemudian menjadi Danau Dampelas di Desa Talaga.

LEGENDA TERJADINYA LEMBAH KAILI:
Saat akan dilakukan perlagaan ayam milik sang pelaut Sawerigading dengan ratu Ngilinayo, tiba-tiba terjadi gempa dahsyat. Memporak-porandakan negeri Lembah Kaili membuat kapal Sawerigading hancur dan banjir bandang tiba dan tanah longsor menimbun laut teluk Kaili menjadi lembah.

SANG PUTRI DAN BENGGA BULA:
Putri cantik dari Tanah Kaili diasingkan karena terserang penyakit cacar di tubuhnya. Dalam pengasingan itulah ia dikejar dan dijilat seekor Bengga Bula (kerbau putih), sehingga kulitnya sembuh. Sejak itu pula pihak raja dan keturunannya pantang makan daging kerbau putih.

  
GONENGGATI:
Seorang raja perempuan Kaili yang kharismatik dan berpikiran demokratis mempersatukan negeri-negeri Kaili dalam keadatan Pitunggota. Ia berkuasa di Kanggihui (Kanggirui) yang pusatnya di atas pegunungan (kini masuk wilayah Kabonga, Kecamatan Banawa).

CERITA TENTANG KUCING KERAMAT:
Seekor kucing menyelam ke dalam telaga mengambil jarum milik Sang Putri yang jatuh. Akibatnya, kucing itu basah kuyub dan tak lama kemudian hujan deras dan banjir datang sehingga terbentuklah sebuah danau besar. Dalam mitologi beberapa suku di Sulawesi Tengah, kucing masih disakralkan tidak boleh disakiti atau disiram karena dipercaya akan menimbulkan bencana.

ASAL MULA KALEDO:
Pada saat pembagian daging sapi, orang Kaili datang terlambat sehingga hanya mendapatkan tulang. Tana rasa kecewa, mereka kemudian memasak dengan eksperimen dengan hasil tak kalah enaknya. Sejak itulah Kaledo (kaki lembu donggala) jadi masakan favorit.

ASAL USUL BANAWA:
Banawa (Banava), konon berawal dari nama perahu milik Sawerigading bersama putranya, Lagaligo sang pelaut dari Tanah Luwu. Ketika perlabuh di wilayah Kerajaan Pujananti tempatnya dinamai Langgalopi yang sampai saat ini masih dikenal di Kampung Ganti. Kehadiran Lagaligo itu kemudian menikah dengan putri raja Pujananti yang kelak menurunkan raja-raja yang memerintah Kerajaan Banawa yang merupakan perubahan dari Pujananti.

ASAL MULA DONGGALA:
Dari manakah asal mula nama Donggala yang kini diekenal sebagai kota? Lazimnya tempat permukiman atau kampung dalam kultur Kaili di Sulawesi Tengah suatu penamaan berasal dari nama pohon atau tumbuhan. Hipotesis tersebut juga dipercaya kalau Donggala merupakan jenis pohon khas lokal yang banyak tumbuh di kawasan pelabuhan tempo dulu yang kemudian jadi tambatan kapal asing dengan nama kapten Don Nggolo. Kelak sebutan itu familiar dinamai Donggala.





Rabu, 17 Februari 2016

PETISI CAGAR BUDAYA DONGGALA


DONGGALA KOTA WISATA
Jargon tersebut kini sedang dikampanyekan Pemerintah Kabupaten Donggala dalam agenda pembangunan, tetapi cenderung diaplikasikan dalam bentuk  fisik. Yaitu membangun fasilitas yang berorientasi proyek sebagai ukuran kemajuan untuk wisata kota Donggala. Hal ini tidaklah keliru, tetapi secara konteks sosial dan historis Donggala sebagai kota tua memiliki nilai-nilai sejarah dan budaya yang berkaitan dengan pertumbuhan kebudayaan kota. Harusnya masalah ini yang menjadi langkah awal atau  prioritas dengan penyelamatan peninggalan cagar budaya bernilai sejarah untuk penunjang Donggala Kota Wisata.

Alasan prioritas yaitu karena adanya keterancaman dari kerusakan atau kepunahan, adanya nilai-nilai budaya dan sejarah dan dapat dijadikan spirit kebangaan bagi masyarakat Donggala. Apalagi secara hukum dijamin dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA. Yang di dalamnya berintikan Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Dalam UU No 11 Tahun 2010 tersebut sangat jelas pasal demi pasal yang mengatur soal cagar budaya meskipun sudah menjadi milik perseorangan. Pada pasal 16 ayat 1 menyebut Cagar Budaya yang dimiliki setiap orang dapat dialihkan kepemilikannya kepada negara atau setiap orang lain. Kemudian pada ayat 3 disebutkan Pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan dengan cara diwariskan, dihibahkan, ditukarkan, dihadiahkan, dijual, diganti rugi, dan/atau penetapan atau putusan pengadilan.
Secara historis bangunan bekas Gudang PKKD Donggala dapat memenuhi syarat sebagai cagar budaya melihat dari bentuk, karakter dan fungsinya dalam perjalanan pembangunan Kota Donggala. Masalah perjuangan cagar budaya dijamin undang-undang sebagaimana dalam UU No 11 Tahun 2010, dalam Pasal 54 disebutkan setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau yang dikuasai. Pasal 55 setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya.
Oleh karena itu kami menuntut beberapa poin untuk ditindaklanjuti pemerintah sebagai berikut:

1.   Pemerintah Kabupaten Donggala (dalam hal ini Bupati) harus melakukan penyelamatan benda CAGAR BUDAYA di Donggala sebagai aset daerah dan dijadikan ruang publik.

2.   Pemerintah Daerah harus melakukan pemeringkatan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya (baca Pasal 42 UU No. 11 Tahun 2010).

3.   Bupati Donggala harus mengeluarkan penetapan status Cagar Budaya terhadap Gudang PKKD Donggala dengan lebih dahulu membentuk atau berkonsultasi dengan Tim Ahli Cagar Budaya yang memberi  rekomendasi.

4.   Bupati Donggala harus segera mengambil langkah untuk merealisasikan penyelamatan Cagar Budaya (Gudang PKKD Donggala) secara integrasi dengan visi menjadikan Donggala Kota Wisata.

Demikian beberapa tuntutan yang kami sampaikan pada Bupati Donggala agar mendapat tindaklanjut.


Donggala, 26 JANUARI 2016

PETISI CAGAR BUDAYA DONGGALA